BANTUL. PCMSIMO.ORG. Untuk meningkatkan kapasitas pengurus masjid dan musala dalam mengelola Kantor Layanan Zakat, Infak, dan Sedekah Muhammadiyah (KL Lazismu), Majelis Tabligh bekerja sama dengan Lazismu Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Workshop Penguatan Pengelolaan KL Lazismu pada Jumat (11/7), bertempat di Tabligh Institute Muhammadiyah, Bantul, Yogyakarta.
Workshop ini dihadiri oleh perwakilan dari Majelis Tabligh, Lazismu Pusat, Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCR), Lembaga Dakwah Komunitas (LDK), serta para pengelola KL Lazismu berbasis masjid Muhammadiyah dari berbagai daerah.
Dilansir dari laman muhammadiyah.or.id, Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal, dalam sambutannya menekankan bahwa masjid bukan hanya tempat ibadah semata, tetapi juga titik mula peradaban Islam yang berakar kuat pada nilai-nilai filantropi.
“Masjid adalah starting point kita. Bahkan saat Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, hal pertama yang beliau bangun adalah masjid. Ini menunjukkan bahwa masjid adalah pusat pembinaan masyarakat,” ungkapnya.
Fathur menambahkan, semangat filantropi Islam sangat lekat dengan eksistensi masjid. Mayoritas masjid dibangun di atas tanah wakaf dan dijalankan atas dasar semangat kebersamaan serta pengabdian. Dalam konteks ini, empat wasiat Rasulullah—menebar salam, memberi makan, menyambung silaturahmi, dan salat malam—menjadi dasar dari misi sosial yang harus dijalankan masjid.
“Dalam misi kemaslahatan, peran masjid bahkan lebih besar dalam aspek sosial daripada aspek teologis. Sekitar 75 persen adalah misi kemanusiaan, dan hanya 25 persen yang bersifat ritual,” jelasnya.
Masjid Sebagai Pusat Pemberdayaan dan Transparansi Filantropi
Direktur Lazismu Pusat, Ibnu Tsani, menguatkan pandangan Fathur dengan menyebutkan bahwa pengelolaan masjid hari ini tidak bisa lagi dilakukan secara konvensional. Masjid, katanya, harus adaptif dengan perkembangan zaman agar tetap relevan dan diminati oleh generasi muda.

“Jika masjid terlalu banyak larangan dan membatasi diri, dikhawatirkan umat—khususnya generasi muda—akan menjauh. Kita perlu membuka diri dan memberikan ruang kreativitas serta fungsi sosial yang nyata,” ungkap Ibnu.
Ia menekankan pentingnya membangun KL Lazismu di setiap masjid Muhammadiyah sebagai upaya untuk menyalurkan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) secara transparan, profesional, dan akuntabel. Transparansi ini diwujudkan melalui audit internal, eksternal, hingga audit syariah dari Kementerian Agama yang secara rutin dilakukan oleh Lazismu.
“Dengan sistem yang profesional, Lazismu ingin membangun kepercayaan publik bahwa dana umat dikelola secara amanah dan tepat sasaran,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ibnu menjelaskan bahwa masjid memiliki potensi besar sebagai pusat penyebaran informasi filantropi. Berdasarkan beberapa survei, selain media sosial, masjid menjadi salah satu sumber utama informasi penyaluran ZIS bagi masyarakat.
Mewujudkan Masjid sebagai Pilar Peradaban Umat
Workshop ini menjadi momentum penting dalam meneguhkan kembali peran masjid sebagai pusat dakwah yang tidak hanya spiritual, tetapi juga membumi dan menyentuh sisi-sisi praktis kehidupan sosial. Para peserta diajak untuk menata ulang visi pengelolaan masjid agar lebih aktif dalam pemberdayaan masyarakat, terutama lewat optimalisasi fungsi KL Lazismu.
“Masjid Muhammadiyah harus menjadi pusat kemajuan, bukan hanya dalam hal akidah dan ibadah, tapi juga dalam pendidikan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan,” tegas Fathur di akhir sambutannya.
Melalui kolaborasi berbagai lembaga Persyarikatan, workshop ini diharapkan dapat mendorong pengurus masjid untuk mengelola dana zakat secara lebih terstruktur dan terukur, serta menjadikan masjid sebagai sumber inspirasi perubahan dan pusat peradaban umat yang berkemajuan.

